Renungan Hari Raya Paskah

KOMSOS.PURBOWARDAYAN – “SANG BATU PENJURU YANG HIDUP”

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita merayakan Paskah, puncak dari seluruh tahun liturgi, hari kemenangan Kristus atas maut. Inilah hari yang paling kudus, ketika terang mengalahkan gelap, ketika harapan mengalahkan keputusasaan, dan ketika kasih menaklukkan dosa dan kematian. Liturgi hari ini tidak hanya mengajak kita mengenang suatu peristiwa besar yang terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu, tetapi sungguh-sungguh mengundang kita untuk masuk ke dalam kehidupan baru, kehidupan yang dibangkitkan bersama Kristus.

Paskah bukan sekadar peringatan bahwa Yesus bangkit. Lebih dari itu, Paskah adalah pengumuman bahwa hidup tidak berhenti di makam. Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar bagaimana Maria Magdalena mendapati kubur Yesus telah kosong. Ini bukan sekadar peristiwa aneh atau membingungkan. Kubur yang kosong itu adalah tanda awal dari perubahan besar dalam sejarah manusia. Kubur yang kosong itu menjadi panggung pertama dari kebangkitan dan harapan yang tidak lagi bisa dipadamkan.

Ketika Maria Magdalena menyampaikan berita bahwa tubuh Yesus tidak ada, Petrus dan murid yang dikasihi Yesus segera berlari. Peristiwa ini begitu nyata dan manusiawi. Ketergesaan mereka mencerminkan hati yang penuh gelisah, campuran antara duka, harapan, dan kebingungan. Dan menarik sekali bahwa meskipun murid yang dikasihi Yesus tiba lebih dulu, ia tidak langsung masuk. Ia menanti Petrus, pemimpin para rasul. Di sini kita belajar tentang kehormatan dalam iman: meski hati berkobar, iman juga tahu menanti, tahu memberi tempat bagi yang diutus lebih dahulu.

Setelah mereka masuk ke dalam kubur dan melihat kain kafan yang terlipat rapi, mereka percaya. Namun mereka belum sepenuhnya memahami Kitab Suci, bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit. Ini mengingatkan kita bahwa iman bukan semata hasil pengetahuan rasional, melainkan juga buah dari pengalaman batin dan kesediaan untuk percaya kepada apa yang belum terlihat sepenuhnya. Dalam iman, kita percaya dahulu, barulah pengertian akan menyusul dalam terang kasih karunia Allah.

Bacaan dari Kisah Para Rasul memberikan kesaksian Petrus kepada rumah Kornelius, yang menjadi tonggak misi universal Gereja. Petrus mewartakan bahwa Yesus telah dibunuh dan digantung pada kayu salib, tetapi Allah membangkitkan Dia. Bukan hanya itu, Allah memilih para saksi yang akan menceritakan kepada dunia bahwa Yesus sungguh hidup, dan mereka telah makan dan minum bersama-Nya. Ini penting: kebangkitan Kristus bukan ilusi spiritual atau mimpi kolektif, tetapi nyata, konkrit, dan personal. Para murid mengalami sendiri Yesus yang bangkit, dan perjumpaan itu mengubah mereka selamanya.

Kesaksian Petrus ini menjadi jantung iman Paskah kita. Kristus yang bangkit bukan hanya seorang tokoh sejarah yang dikenang, tetapi Hakim yang hidup, yang memberi pengampunan kepada siapa saja yang percaya kepada-Nya. Paskah adalah undangan terbuka bagi siapa saja, dari bangsa manapun, dari latar belakang apa pun, untuk mengalami rahmat pengampunan dan hidup baru dalam Kristus. Kebangkitan bukan hak istimewa segelintir orang, tetapi anugerah bagi seluruh umat manusia.

Mazmur tanggapan hari ini menggema dengan seruan sukacita: “Pada hari ini Tuhan bertindak, mari kita rayakan dengan gembira!” Sukacita Paskah bukanlah kegembiraan yang dangkal atau sementara. Ini adalah sukacita yang lahir dari luka yang disembuhkan, dari kesedihan yang diubah menjadi harapan, dan dari kematian yang ditaklukkan oleh hidup. Dalam Kristus yang bangkit, kita percaya bahwa tidak ada penderitaan yang sia-sia, tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, dan tidak ada malam yang begitu gelap hingga terang kasih-Nya tak mampu menembusnya.

Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Kristus yang ditolak oleh dunia, disalibkan oleh kekuasaan yang takut pada kasih, kini menjadi fondasi keselamatan umat manusia. Batu yang dibuang itu kini menjadi dasar Gereja. Dan kita pun dipanggil untuk menjadi batu-batu hidup yang membangun Kerajaan Allah, bukan dengan kekuasaan atau kekerasan, tetapi dengan kasih, pengampunan, dan pengharapan.

Surat kepada jemaat di Kolose mengajak kita untuk hidup sebagai orang yang telah dibangkitkan bersama Kristus. Artinya, Paskah bukan hanya peristiwa yang terjadi pada Yesus, tetapi suatu undangan agar kita pun hidup dalam semangat kebangkitan itu. Kita diminta untuk memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan semata-mata soal langit, tetapi tentang nilai-nilai Kerajaan Allah: kebenaran, belas kasih, kerendahan hati, dan keadilan. Ini adalah panggilan konkret untuk mengubah cara pandang kita, dari yang hanya duniawi menjadi surgawi.

Paskah mengubah segalanya. Jika Kristus sungguh bangkit, maka tidak ada satu pun yang bisa membuat kita kehilangan harapan. Kematian tidak lagi menjadi akhir cerita, penderitaan tidak lagi sia-sia, dan dosa tidak lagi menjadi penjara. Kebangkitan Kristus adalah jaminan bahwa Allah setia, bahwa kasih-Nya lebih kuat dari maut. Oleh karena itu, iman kita bukanlah agama yang berhenti di salib, melainkan iman yang melampaui kematian dan merayakan hidup kekal.

Namun, kebangkitan tidak serta-merta membuat segalanya mudah. Para murid pun tetap harus berjuang, tetap harus mewartakan Injil, tetap harus menghadapi penganiayaan. Tetapi kini mereka berjalan bukan dalam ketakutan, melainkan dalam kuasa Roh Kudus yang memampukan mereka bersaksi. Inilah kekuatan Paskah: tidak menghapus penderitaan, tetapi memberikan makna dan kekuatan untuk menghadapinya.

Saudara-saudari, kita pun dipanggil menjadi saksi kebangkitan. Kita tidak dipanggil untuk sekadar tahu bahwa Yesus bangkit, melainkan untuk menghidupi kebangkitan itu dalam hidup sehari-hari. Ketika kita mengampuni, ketika kita memilih kasih ketimbang balas dendam, ketika kita bangkit dari kejatuhan moral, saat itulah kita menjadi saksi hidup bahwa Kristus benar-benar bangkit dan berkarya dalam hidup kita.

Hari ini adalah hari sukacita besar. Namun mari kita ingat, sukacita itu lahir dari salib. Jalan menuju kebangkitan adalah jalan salib. Maka, janganlah kita lari dari salib hidup kita, melainkan peluklah salib itu bersama Kristus, karena dari salib itulah akan lahir hidup baru. Kristus tidak bangkit untuk diri-Nya sendiri. Ia bangkit agar kita pun bangkit bersama-Nya.

Maka marilah kita rayakan Paskah ini bukan hanya dengan liturgi yang meriah, tetapi dengan hidup yang baru. Mari kita menjadi umat yang menaruh harapan tidak pada dunia yang fana, tetapi pada Kristus yang hidup. Mari kita menjadi murid-murid yang setia, yang siap berlari seperti Petrus dan Yohanes, yang siap percaya walau belum mengerti semuanya, dan yang siap bersaksi, meski harus melewati salib.

Kristus telah bangkit! Ia hidup dan menyertai kita. Maka, bangkitlah, saudara-saudari. Jangan tinggal di dalam kubur masa lalu, kubur dosa, atau kubur kekecewaan. Bangkitlah bersama Dia, dan wartakanlah: Yesus hidup, dan karena Dia, kita pun hidup.

Alleluya!

Renungan oleh : Fr. Andreas Mariano.(komsos.purbowardayan)

WhatsApp
Twitter
Facebook

Post a comment