Renungan Minggu Biasa XXX

KOMSOS.PURBOWARDAYAN – Hukum kasih tidak hanya merupakan kekhasan dari ajaran Kristiani yang diajarkan dan dihidupi oleh Yesus.

Sebenarnya hukum kasih sudah ada dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (Ulangan 6:5 tentang mengasihi Allah dan Imamat 19:18 tentang mengasihi sesama).

Yesus yang merupakan orang Yahudi yang lahir dalam budaya dan agama Yahudi tentu tahu bahwa hukum yang utama dalam Hukum Taurat adalah Hukum Kasih itu sendiri.

Yesus tentu mengajari dan menghidupi Hukum Kasih itu. Hukum kasih itu yang utama adalah mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi.

Dan hukum yang kedua yang tidak kalah penting yakni mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.

Begitulah jawab Yesus ketika seorang Farisi bertanya kepada-Nya mengenai hukum yang utama dalam Hukum Taurat.

Memang mengasihi Allah dan sesama adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bersama.

Ada relasi Kasih vertikal antara aku dan Allah dan juga relasi kasih horizontal antara aku dan sesama.

Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama adalah dua hal yang saling mengandaikan. Keduanya harus berjalan bersama.

Sebagai pengikut Kristus kita pun diajak untuk mengasihi Allah yang lebih dahulu mengasihi kita dan kasih itu kita wujudnyatakan dengan kasih kepada sesama.

Kasih kepada Allah bukanlah kasih yang setengah-setengah melainkan kasih yang penuh dan utuh dari keseluruhan diri, dengan segenap hati, jiwa dan akal budi dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Paus Fransiskus dalam ensiklik Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih) mengajak umat Kristiani untuk mengasihi Allah dan sesama.

“Jika aku tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Allah dalam hidupku, maka aku tidak dapat melihat dalam diri sesama sesuatu yang lain selain hanya sebagai orang lain dan aku tidak mampu melihatnya sebagai citra Allah. Jika aku dalam hidupku gagal untuk peduli terhadap sesama semata-mata demi keinginanku untuk menjadi taat dan melakukan kewajiban agamaku, maka relasiku dengan Allah akan menjadi kering dan gersang. Kalau demikian hal itu akan menjadi pantas tetapi tanpa kasih. Hanya dengan kesiapsedianku untuk menjumpai sesama dan menunjukkan kasih terhadapnya, maka itulah yang akan menjadikan aku sensitif terhadap Allah. Hanya pelayanan kepada sesama membuka mataku akan apa yang dilakukan Allah bagiku dan menyadari betapa besar Allah mengasihi aku” (Deus Catiras Est Art. 18).

Dengan demikian, cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan dan saling mengandaikan.

Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku mencintai Allah jika aku tidak mencintai manusia.

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22: 37,39). (Komsos.Purbowardayan)

Renungan oleh: RP. Adrianus David Nautani SS.CC

WhatsApp
Twitter
Facebook

Post a comment