Renungan Minggu Adven IV

KOMSOS.PURBOWARDAYAN – Bunda Maria mempersembahkan tubuhnya atau jiwa dan raganya untuk karya keselamatan Allah. Dalam bacaan Injil hari ini, ketika Elisabet mendengar suara Maria, dia menyambutnya dengan ungkapan yang penuh Roh Kudus: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.” Bunda Maria menjadi perempuan terberkati karena buah rahimnya. Ia memberikan rahimnya, tubuhnya, seluruh hidupnya untuk karya keselamatan Allah. Bunda Maria siap sedia dengan segala konsekuensinya. Secara tidak langsung, Bunda Maria menjadi teladan dari orang yang mempersembahkan jiwa raganya untuk karya keselamatan Allah.

Bagaimana dengan pilihan Tuhan terhadap kita? Apakah kita sudah menganggapnya sebagai suatu rahmat? Sudahkah kita menanggapinya dengan penuh iman? Apakah kita berbahagia dengan panggilan Tuhan ini, atau kita masih sibuk dengan segala macam keluhan dan protes ketika jalan panggilan hidup kita tidak lurus? Kerapkali kitapun mengalami situasi malam gelap yang penuh kegalauan. Kita layak bersyukur atas panggilan Tuhan apapun bentuknya. Namun, ketika kesulitan demi kesulitan menerpa di sana-sini, kerapkali rasa syukur tadi sering mudah berubah menjadi keluhan dan penyesalan. Kita lupa, bahwa panggilan Tuhan tidak pernah mengecualikan kesulitan dan penderitaan. Kita melihat bagaimana banyak para kudus mengalami penderitaan. Maria sendiri juga demikian. Bagi mereka panggilan bukanlah hal mudah, namun mereka yakin akan kehendak Tuhan yang memanggilnya dan kuasa Tuhan yang menuntunnya. Elisabet menjadi teladan bagi mereka yang peka akan tuntunan Roh Kudus agar memberi peneguhan serta pencerahan bagi orang lain.

Panggilan kita sekalian sebagai umat beriman adalah panggilan untuk mempersembahkan jiwa dan raga kita demi karya keselamatan Allah. Membimbing, mendidik dan membesarkan anak-anak dalam keluarga menuntut kesediaan orangtua untuk mempersembahkan jiwa raganya. Hari-hari hidup mereka sebagai orangtua merupakan persembahan bagi Tuhan lewat pengorbanan bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Persembahan jiwa raga tidak selalu berarti persembahan yang disertai kematian, tetapi dapat dimaknai sebagai persembahan yang menyertakan keseluruhan diri kita sebagai manusia. Umat yang terlibat dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat adalah umat yang juga rela mempersempahkan jiwa raga mereka untuk karya keselamatan Tuhan. Demikian pula kehidupan para imam, biarawan dan biarawati adalah kehidupan yang menuntut pula kesediaan mempersembahkan korban jiwa dan raga. Itulah pengorbanan yang hidup dan sejati. Allah sungguh membutuhkan kesediaan kita sekalian untuk terlibat dalam karya penyelamatan-Nya lewat kesediaan kita untuk mempersembahkan jiwa raga sebagai korban yang hidup. Semoga Tuhan memberkati.

Renungan oleh : Romo Herman, Pr.(komsos.purbowardayan)

WhatsApp
Twitter
Facebook

Post a comment