SURAKARTA – Pada era sekarang ini, tren kehidupan semakin beragam, dengan istilah yang beragam pula. Satu di antara tren kehidupan yang tengah marak dan santer yang dibahas saat ini adalah FOMO.
Natalie Christine Dattilo, Ph.D, pendiri Priority Wellness Group dan instruktur psikologi di Harvard alam keterangannya di majalah Forbes Health mengungkap soal FOMO.
Secara psikologi, FOMO mencangkup persepsi ketakutan akan kehilangan sesuatu, yang memicu
kecemasan, dan perilaku kompulsif.
Erin Vogel, Ph.D., seorang psikolog sosial dan profesor madya di University of Oklahoma Health Sciences Center juga menekankan bahwa FOMO dapat mempengaruhi harga diri seseorang.
“Ketika kita merasa menjadi bagian dari suatu komunitas dan orang lain yang menyetujui kita, kita akan merasa lebih baik tentang diri kita sendiri. Ketika kita tidak mendapatkan rasa persetujuan dari komunitas, kita akan merasa lebih buruk tentang diri kita
sendiri,” katanya.
Salah satu komunitas yang mempengaruhi harga diri seseorang adalah lingkungan keagamaan, yang menjadi bagian dari diri mereka.
Salah satu lingkungan keagamaan tersebut adalah Gereja. Sehingga menjadi mungkin bahwa tren FOMO masif terjadi di Gereja.
Sebagian besar Gereja kini telah kehilangan kehadiran mudaka atau sering disebut OMK (Orang Muda Katolik,-red).
Mereka mau atau tertarik untuk terlibat dalam hidup menggereja karena tren FOMO.
Banyak OMK yang tidak aktif, merasa FOMO ketika melihat teman mereka sesama kaum muda lebih aktif dalam kegiatan menggereja.
Alhasil, mereka akhirnya tertarik untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan di Gereja.
Berawal dari tertarik untuk terlibat, mereka menjadi sungguh-sungguh terlibat dalam kegiatan di Gereja.
Romo Yoseph Supriyanto, Pr selaku Romo Paroki Gereja Santa Maria Regina, Purbowardayan, Surakarta tak menampik bahwa tren FOMO ini juga merajalela di kaum muda tempat ia saat ini berkarya.
Romo Yoseph Supriyanto, Pr atau yang disapa Romo Supri menyatakan bahwa fenomena FOMO di kalangan mudika parokinya merupakan sebuah awal yang baik.
Namun, ia berharap, bahwa motivasi itu dapat dimurnikan sehingga OMK mendapatkan jati diri dan mengetahui apa alasan serta tujuan mereka mau terlibat aktif dalam hidup menggereja.
“Motivasi awal untuk mau terlibat sudah baik, tapi diharapkan dalam perjalanan mereka menemukan kenapa tah saya kok mau ikut ini, dari segi persaudaraan, segi
iman, dari segi menggereja itu manfaatnya bagi saya apa? Nanti lama-kelamaan muda akan bisa menangkap yang namanya kebatinan pastoral di dalam gereja, maka mau ada teman atau ndak ada teman mereka akan tetap datang ke gereja,” tutur Romo Supri.
Maka dampak baik dan harapan Romo Supri adalah, bila bisa dikembangkan dengan baik akan menjadikan Gereja kembali gemerlap
dengan kehadiran kaum muda di dalamnya.
Kaum muda yang telah aktif terlibat di gereja saat ini perlu didorong untuk memberikan gambaran yang menarik mengenai keterlibatan aktif di gereja kepada teman-teman yang mereka miliki, agar teman mereka tertarik dan ikut aktif dalam kegiatan menggereja.
Terkadang kala kita memang perlu menciptakan fenomena di sekitar kita jika memang itu baik adanya.
Baik pula bagi kaum muda untuk mau aktif dalam kegiatan menggereja agar kehidupan rohaninya semakin teratur dan bisa bersahabat dengan sesama. Berkah Dalem. (Brigita Sekar/Pra-Postulan SDP)