KOMSOS.PURBOWARDAYAN – Dalam Kekristenan, utamanya Gereja Katolik Roma, istilah Santo (bagi wanita: Santa) diberikan kepada seseorang yang telah terbukti menjalani hidup dengan kebajikan yang heroik, atau disebut juga suci (kudus). Istilah ini bisa digunakan kepada orang hidup, dan mati, dan diterima dalam dunia agama. Dalam tradisi iman Kristen tertentu lainnya, orang suci adalah orang yang dikenal karena “kesucian heroiknya” dan dianggap berada di Surga. Pada abad ke-10, Paus Yohanes XV meresmikan proses identifikasi orang-orang kudus.
Peran para Santo atau Santa Katolik saat ini adalah bertindak sebagai pembimbing spiritual, pembimbing, dan teladan iman. Karena diyakini berada di Surga, banyak orang Kristen berdoa agar orang-orang kudus menjadi perantara bagi mereka karena berbagai alasan. Adalah suatu kesalahpahaman bahwa umat Katolik menyembah orang-orang kudus.
Lantas, mengapa orang-orang Katolik hidupnya berusaha meneladan para Santo atau Santa pelindungnya, entah dalam Baptis, Krisma, atau nama Biara bagi para biarawan/biarawati? Nama Baptis, nama Krisma atau nama Biara, mengingatkan orang yang bersangkutan bahwa ia tergabung dengan Kristus dan menjadi anggota Gereja, sebagaimana yang dilakukan oleh para tokoh Gereja Katolik atau Santo-Santa yang namanya dipakai/diberikan pada saat pembaptisan, menerima minyak Krisma, atau memulai hidup religius sebagai biarawan/biarawati, membantu dalam mengenal cinta kasih agar semakin dekat dengan Kristus. Selain itu dengan meneladan hidup para Santo atau Santa/orang Kudus, kita semua sebagai orang Katolik berharap bahwa hidup kita menjadi baik, berkenan pada Tuhan dan sesama dan menginspirasi hidup banyak orang di sekitar kita. Dengan kata lain hidup dan keberadaan kita menjadi berkat atau membawa berkat bagi sesama (menjadi Garam & Terang Dunia).
Katekese oleh: Sr. M. Yuliana, SFS (Komsos.Purbowardayan)